Senin, 24 Juni 2013

TUGAS UAS ICT


Guru MI Profesional dan Tantanganya
Imam Bachtiarudin
Seiring bergulirnya waktu, sejarah pendidikan di Indonesia tidak pernah usai terombang-ambing kontestasi idealitas yang memimpikan Pendidikan yang bermutu. Guru professional, adalah satu contoh yang ajeg ditemui
Mendengar kata tentang guru, sudah barang tentu terlintas di pikiran kita tentang jasa-jasanya. entah bagaimana bangsa ini tanpa kehadiaran guru ini? Guru adalah seorang arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Dan diharapkan kelak mereka dapat menjadi manusia yang susila serta berguna bagi nusa, bangsa dan agamanya. Sungguh tugas yang sangat mulia yang diemban oleh seorang guru.
Maka, dari opini di ataslah perlu kiranya kita merenungkan apa yang dimaksud dengan guru sebagai guru yang sebenar-benarnya. Karena, tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas dalam bentuk pengabdian kemanusiaan dan kemasyarakatan.[1]
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru, yang mempunyai makna “Digugu dan ditiru” artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti.
Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam bahasa Inggris disebut Teacher. Itu semua memiliki arti yang sederhana yakni “A Person Occupation is Teaching Other” artinya guru ialah seorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.[2]
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, social, emosional dan ketrampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai professional.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki ketrampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Untuk menjadi guru yang memiliki atribut professional yang tinggi seorang guru dituntut untuk memiliki ciri lima hal :
1.    Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya;
2.    Guru menguasai secara mendalam bahan (mata pelajaran) yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa;
3.    Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi;
4.    Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya;
5.    Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.[3]
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang professional dipersyaratkan sebagai berikut :
  1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21;
  2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia;
  3. Pengembangan kemampuan professional berkesinambungan antara LPTK dengan praktik pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

Banyak orang memandang, Guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan pekerjaan mudah, sepele atau pun profesi guru paling rendah. Jika pendapat ini benar, seharusnya anak seorang profesor pun tidak perlu masuk Sekolah Dasar karena orang tuanya cukup pintar untuk mengajari pendidikan anaknya. Di sinilah tantangan besar dan berat bagi Guru Sekolah Dasar. Keberhasilan atau kesuksesan anak di kemudian hari dipertaruhkan di sini.

Tantangan Guru Kelas Madrasah Ibtidaiyah

Banyak daerah di Indonesia, rata-rata madrasah ibtidaiyah masih memakai Guru Kelas, karena keterbatasan jumlah guru dan latar belakang keilmuannya. Untuk itu, guru kelas diharuskan menguasai beberapa mata pelajaran seperti Matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS sampai muatan lokal dan ketrampilan. Mungkin hal ini tidak terjadi di jenjang pendidikan SMP atau SMA. Nasib yang sama, mungkin tidak dirasakan oleh Sekolah Dasar di beberapa kota besar atau pun Sekolah Dasar yang telah memiliki guru bidang studi tertentu seperti Agama atau Olah Raga.[4]
Paling sangat dirasakan berat lagi adalah Guru Kelas 1, terutama untuk Madrasah yang ada di pelosok maupun di pedalaman. Jangankan melalui PAUD, untuk masuk sekolah dasar pun perlu rayuan. Seorang guru kelas 1 sekolah dasar mendapat tugas dan tantangan untuk pertama kali anak belajar menulis, membaca, berhitung (calistung). Beraneka ragam tingkat IQ dan latar belakang siswa merupakan masalah bagi setiap guru kelas 1. Dengan penguasaan “calistung” yang baik dan benar, proses belajar mengajar untuk langkah selanjutnya mempunyai pengaruh besar. Tantangan ini mungkin tidak dirasakan oleh Sekolah Dasar di kota yang memiliki siswa baru yang telah mengenyam PUD. Meski ada larangan menggunakan test calistung untuk masuk SD, beberapa sekolah menerapkan seleksi untuk masuk sekolah.
Bayangkan jika siswa telah duduk di SMP, membaca masih terbata-bata. Menulis pun model “cakar ayam” dan tidak beraturan, perkalian dasar saja siswa masih berpikir keras. Dan pihak SMP tidak mau tahu permasalahan tersebut. Lantas, siapa yang akan disalahkan? Bisa jadi, untuk saat ini, orang tua siswa dapat menuntut Sekolah Dasar tempat mencari ilmu, namun tidak membuahkan hasil. Bukankah guru sudah profesional (bersertifikasi) dan telah dibayar mahal? Dimanakah tanggung jawabnya?

Kriteria guru profesional[5]

Dalam hal merencanakan pembelajaran
  • senang mencoba ide yang baru saat mengajar dan mencatat prosesnya sehingga ia tahu kurangnya di mana untuk kemudian dengan senang hati akan mencoba kembali
  • RPP ia anggap sebagai peta, senang mencicil sehingga tidak menemukan pekerjaan yang segunung saat ditagih atasan
  • memikirkan anak-anak yang lambat dalam bekerja saat yang sama memikirkan anak yang cepat dalam bekerja (apa yang akan mereka lakukan jika sudah selesai)
  • memikirkan strategi, games serta semua cara agar anak didik tetap sibuk dan kegiatan tetap bermakna
Dalam hal administrasi pengajaran
  • punya bukti dan menyimpan hal-hal yang bisa dijadikan data pendukung dalam keberhasilan belajar siswa
  • menggunakan teknologi dalam menyimpan administrasi pengajaran (google drive)
Dalam mengatur kelas
  • diusahakan agar rapi aman dan diatur supaya siswa fokus dalam belajar
  • masuk di kelas lebih dahulu dari siswa karena ingin menyiapkan alat dan media pengajaran
  • selalu menyemangati anak didik agar melakukan yang terbaik dalam bekerja karena hasilnya akan dipasang di ruangan
Dalam soal kehadiran di sekolah
  • Selalu memberi tahu atasan bila tidak hadir
  • menyiapkan pelajaran untuk guru pengganti, sebaliknya dengan sennag hati menggantikan guru yang tidak masuk
  • selalu berusaha hadir tepat waktu karena memberi contoh siswanya
Dalam hal berkomunikasi
  • Menjadi pendengar yang baik
  • selalu menempatkan diri dalam posisi lawan bicara
  • berusaha mengerti orang lain terlebih dahulu baru minta dimengerti
  • berusaha sekuat tenaga menggunakan bahasa yang positif, sat berkomunikasi dengan rekan kerja dan orang tua siswa
Dalam hal bekontribusi untuk sekolah
  • berusaha antusias saat di dalam rapat dan menyumbangkan ide yang rasional
  • selalu menyanggupi jika sekolah meminta kesediaanya melakukan suatu hal sepanjang tidak bertentangan dengan jam mengajar dan tanggung jawabnya di kelas
Ayat-ayat al-Quran yang memiliki kosa kata yang mengandung makna guru (pendidik).
·         Ayat-ayat ini akan penulis susun secara kronologis dengan memperhatikan nomor surat, begitu juga aspek makkiyah dan madaniyah. Kronologi ini disusun berdasarkan mushaf Usmani.
·         Lebih ringkas ayat-ayat dimaksud sebagaimana ditunjukkan pada table berikut:[6]
No
Kosa kata
Nama/nomor surat
dan nomor ayat
Kelompok ayat
1
Ahl az-Zikr
An-Nahl/16: 43
Makkiyah
2
Mubasysyir wa nazir
Al-Isra`/17: 105
Makkiyah


Al-Furqan/25: 57
Makkiyah
3
Ulama`
As-Syu’ara`/26: 197
Makkiyah


Fathir/35: 28
Makkiyah
4
Al-Muwa’iz
As-Syu’ara`/26: 136
Makkiyah


Luqman/31: 13
Makkiyah


Al-Baqarah/2: 231
Madaniyah


An-Nisa`/4   :63
Madaniyah
5
Uli al-Nuha
Taha/20: 54, 128
Makkiyah
6
Mu’allim
Al-Baqarah/2: 31,129, 151
Madaniyah


Ar-Rahman/55:2,4
Makkiyah
7
Murabbi
Ali Imran/3: 79
Madaniyah
8
Al-muzakki
Al-Baqarah/2: 129
Madaniyah


Al-Baqarah/2: 151
Madaniyah


Al-Baqarah/2: 174
Madaniyah


Al-Jumu’ah/62: 2
Madaniyah
9
Al-rasikhuna fi al-‘ilmi
Ali Imran/3: 7
Madaniyah


An-Nisa`/4: 162
Madaniyah
10
Ulul albab
Ali Imran/3: 190
Madaniyah
11
Faqih
At-Taubah/9: 122
Madaniyah
12
Da’i
An-Nahl/16: 125
Makkiyah


Yusuf/12: 108
Madaniyah
13
Uli al-Absar
Al-Hasyr/59: 2
Madaniyah
·         An-Nahlawi, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, berdasarkan al-Baqarah/2 ayat 129 yang berisi kosa kata muzakki, menjelaskan bahwa seorang pendidik mempunyai tugas pokok yaitu: (1) Tugas Pensucian, yakni mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, menjauhkannya dari keburukan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrahnya. (2) Tugas pengajaran, yakni menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.[7]
·         Perlu juga disebutkan, bahwa berdasarkan pemahaman terhadap ayat-ayat tersebut, subjek yang melakukan pendidikan adalah Allah, malaikat, rasul dan manusia biasa. Tiga serangkai ini bersifat struktur vertikal, yakni Allah sebagai pendidik utama, malaikat adalah penyambung, rasul adalah orang yang diberi tugas khusus oleh Allah mendidik manusia, dan manusia (‘ulama) sebagai pewaris (penerus) risalah (baca: misi pendidikan) untuk mendewasakan manusia dan membangun masyarakat etik  (masyarakat berakhlak mulia).
·         Dalam salah satu surat kelompok Madaniyah yakni ar-Rahman/55 ayat 1-4 secara eksplisit disebutkan bahwa Ar-Rahman (Allah SWT) sebagai pendidik utama, yang telah mengajarkan al-Quran dan kepandaian berbicara kepada Muhammad SAW. Dalam al-Qur`an disebutkan:
·         الرحمن() علم القران() خلق الانسان() علمه البيان()
·         (Allah) Yang Maha Pengasih. Yang telah mengajarkan al-Qur`an. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.








[1] Drs. Syaiful Bahri Djamaroh, M. Ag, Guru dan Anak Didik, ( Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005 ), Hal. 36-37

[2] http://dkpmm.wordpress.com/2011/12/21/pengertian-guru-menurut-para-ahli/

[3] http://mi-kalimulyo.blogspot.com/2011/12/makalah-profesionalisme-guru.html

[4] http://sdnkacok02.sch.id/tantangan-untuk-guru-sekolah-dasar
[5] http://gurukreatif.wordpress.com/2013/02/19/kriteria-guru-profesional/

[6] http://anharnst.wordpress.com/2011/04/30/profil-guru-menurut-al-quran/
[7] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 97.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes