BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sosiologi ditinjau dari sifatnya digolongkan sebagai ilmu
pengetahuan murni (pure science) bukan ilmu pengetahuan terapan (applied
science). Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan kompetensi kepada peserta
didik dalam memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok
sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai
pada terciptanya integrasi sosial.
Sosiologi mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan
sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang
masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis berdasarkan analisis
berpikir logis. Sebagai metode, sosiologi adalah cara berpikir
untuk mengungkapkan realitas sosial yang ada dalam masyarakat dengan prosedur
dan teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sosiologi sudah relatif lama berkembang di lingkungan akademika,
sehingga secara teoritis sosiologi memiliki posisi strategis dalam mempelajari
masalah-masalah sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat dan harus
selalu siap memberikan alternatif jawaban terhadap masalah-masalah sosial yang
ada. Melihat era globalisasi saat ini, sosiologi di tuntut untuk tanggap
terhadap isu-isu global yang didalamnya mencakup demokratisasi, desentralisasi,
pengakuan HAM, good governance, kerukunan hidup bermasyarakat, dll.
Pembelajaran sosiologi dimaksudkan untuk menggugah daya nalar, logis dan
daya kritis siswa terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungannya
maupun masyarakat. Sehingga siswa bisa mengkonstruk pengetahuannya melalui
pengalaman, pengamatan maupun pemahaman. Mata pelajaran Sosiologi diberikan pada tingkat pendidikan dasar sebagai
bagian integral dari IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan
sebagai mata pelajaran tersendiri.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud pengertian sosiologi?
2. Apa yang dimaksud pengertian pembelajaran sosiologi?
3. Bagaimanakah konsep-konsep dasar sosiologi?
4. Apa sajakah problematika dalam pembelajaran sosiologi?
5. Bagaimana strategi dalam pembelajaran sosiologi?
C. Tujuan
1. Memahami konsep-konsep sosiologi seperti: sosialisasi,
kelompok sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan
sosial, dan konflik sampai dengan terciptanya integrasi sosial.
2. Memahami berbagai peran dalam masyarakat.
3. Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian sosial
dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian Sosiologi
Secara etimologis, sosiologi berasal
dari bahasa latin socius dan bahasa Yunani logos. Socius berarti kawan, sekutu,
sahabat, rukun, masyarakat atau anggota persekutuan, sedangkan logos berarti
ilmu. Dari sini Sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat.
- Pengertian Pembelajaran Sosiologi
Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.
Jadi pembelajaran sosiologi adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat memperoleh ilmu tentang struktur
sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat.
- Konsep Dasar Sosiologi
Menurut
Williams konsep utama dalam sosiologi adalah budaya, norma, kelembagaan, status
dan peranan.
1. Budaya
Budaya adalah seluruh warisan dari
masa lampau berupa perilaku umat manusia yang sekarang berfungsi efektif dalam
keturunan secara sosial (social heredity). Di dalamnya terdapat artefakta,
keterampilan, pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai. Keseluruhan cara manusia
hidup di dunia disebut budaya.
Sedangkan kebudayaan adalah cara
hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya
untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman
sosialnya. Hal-hal tersebut seperti pengumpulan bahan-bahan kebendaan, pola
organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu pengetahuan,
kepercayaan dan kegiatan lain yang berkembang dalam pergaulan manusia. Oleh
sebab itu, kebudayaan adalah sumbangan manusia kepada alam lingkungannya.
Ada
empat hal yang berkaitan dengan hal ini,
diantaranya:
a. Budaya
telah berkembang sepanjang sejarah-sejarah umat manusia.
b. Budaya
dari masa ke masa mengalami berbagai perubahan.
c. Budaya
harus diajarkan bagian demi bagian, karena sifatnya yang rumit dan kompleks.
d. Budaya
akan berlangsung berkelanjutan, tak terbatas pada panjang usia generasi
pemakainya, dengan atau tanpa harus memberikan sumbangan yang bermanfaat.
William berpendapat bahwa
mempelajari masyarakat sendiri secara sistematis merupakan cara yang paling
tepat untuk memahami makna budaya. Keyakinan ini membawa kita ke arah
konsekuensi berikut.
Siswa yang mempelajari sosiologi
pertama kali membutuhkan perhatian serius dalam membantu mereka mencari dan
menemukan aspek normatif dari budaya. Mereka perlu menguji dan meyakini secara
pribadi pentingnya aturan-aturan dari perilaku yang ada di dalam masyarakat.
Singkatnya, mereka harus mempelajari norma-norma budaya.
2. Norma
Norma dalam sosiologi adalah
seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi
yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya
seperti budaya dan adat. Ada/tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan
pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.
Dalam kehidupannya, manusia sebagai mahluk sosial memiliki
ketergantungan dengan manusia lainnya. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok,
baik kelompok komunal maupun kelompok materiil. Kebutuhan
yang berbeda-beda, secara individu/kelompok menyebabkan benturan kepentingan.
Untuk menghindari hal ini maka kelompok masyarakat membuat norma sebagai
pedoman perilaku dalam menjaga keseimbangan kepentingan dalam bermasyarakat.
3. Kelembagaan
Konsep ketiga yang utama adalah
kelembagaan (pranata). Tujuan sentral dan fundamental dari masyarakat adalah
memiliki norma dan peranan, serta proses dan mekanisme yang mengelilinginya dan
mengembangkannya demi tercapai tujuan.
Lembaga adalah pola organisasi
untuk memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya berbagai
budaya sebagai satu ketetapan untuk menggunakannya yang tetap, memperoleh
konsep kesejahteraan masyarakat dan melahirkan suatu struktur.
Adapun wujudnya adalah lembaga
(institution), yang dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori :
a. Lembaga
politik berkembang di sekitar adaptasi terhadap pengertian kekuasaan.
b. Lembaga
ekonomi berkaitan dengan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan materiil
manusia.
c. Lembaga
ekspresif-integratif berkaitan dengan transmisi serta komunikasi gagasan,
apresiasi, keyakinan, sikap dan teknologi.
d. Lembaga
kekerabatan berkaitan dengan seks dan pemeliharaan anak.
Setiap lembaga tersebut memiliki
norma dan harapannya yang khas. Norma-norma kultural yang dikaitkan dengan
lembaga-lembaga fundamental tersebut menjadi lebih ketat dan diakui oleh
masyarakat secara luas. Itu semuanya disebut norma-norma lembaga. Adapun
sanksi-sanksi sosial atas pelanggaran terhadapnya cukup beragam. Bagian besar
dari warga masyarakat menginternalisasikan norma sesuai dengan permasalahannya.
Norma-norma lembaga dapat
tertinggal dibandingkan dengan perubahan-perubahan sosial, sehingga menimbulkan
berbagai ketegangan. Untuk mengatasinya orang harus dapat memahami jalinan
sebab-akibat antar lembaga tersebut.
4. Status
dan Peranan
Williams mendefinisikan status
sebagai posisi, tempat dalam perangkat relasi antar orang. Status meliputi hak
dan tugas yang ditentukan bagi seseorang berdasarkan atas keterlibatannya dalam
satu aspek dalam kebudayaan. Menurutnya, status-status itu selalu polar atau
resiprokal, yakni timbal balik. Status yang satu otomatis mencakup yang lain,
misalnya guru-murid, atau dokter-pasien.
Baginya role atau peran adalah pola
perilaku yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan status yang khusus. Hak-hak
tertentu, kewajiban dan tanggung jawab merupakan bagian yang terpadu dari
penentuan tugas dari suatu status. Fungsi-fungsinya menjadi peran. Adapun
harapan-harapan dalam makna tertentu menjadi arti suatu istilah. Misalnya, jika
kita berkata atau berpikir tentang seorang ayah, biasanya yang kita bayangkan
adalah peran yang kita harapkan dari seorang ayah di dalam budaya kita.
Setiap anggota masyarakat yang
rumit memiliki status bermacam-macam, yang karenanya peran orang juga beraneka
ragam. Batas dari berbagai peran dapat bercampur atau tumpang tindih.
Akibatnya, kadang-kadang terjadi konflik peran pada diri seseorang. Studi
terhadap ketegangan peran tadi di dalam sosiologi dikenal dengan istilah role
strain. Dalam pengkajian sosiologi ditemukan alat yang berguna untuk menguji identifikasi
gagasan-gagasan struktur yang kemungkinan berupa organisasi sosial, relasi
sosial, serta kelompok sosial baik yang formal ataupun informal.
- Problematika Pembelajaran Sosiologi
Persepsi-persepsi kronis telah menjadi
milik sejumlah siswa. Ilmu-ilmu sosial itu membosankan karena sajiannya
bertele-tele dan untuk menguasainya dibutuhkan kemampuan menghafal yang luar
biasa. Tatkala guru menyajikan sejumlah teori sosial, mereka semakin bingung.
Apa lagi, sajian-sajian itu tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan situasi
sosial lingkungan sekitarnya. Mereka harus berpikir dua kali untuk
mengasosiasikan teori dengan kenyataan hidupnya dan selanjutnya mencerna teori
sajian guru. Keterlambatan dalam menginternalisasi materi pun terjadi. Konsep
siswa baru pada tahap asosiasi, tetapi waktu pelajarannya keburu selesai. Siswa
enggan melanjutkan hal itu lagi karena sudah terjaring limit waktu dan harus
beralih ke mata pelajaran yang lain.
Ketika persepsi negatif merasuki pikiran
siswa, minat dan motivasi belajarnya merosot. Interaksi belajar dalam kelas
cenderung monoton. Guru asyik berceramah, sedangkan para siswa
mengangguk-angguk pertanda guru harus segera mengakhiri pembelajaran itu. Ada
yang melakukan aktivitas yang lain, seperti mengganggu teman, mendesah dan
merintih. Ketika diadakan evaluasi ringan, banyak yang menunjukkan
ketidakmengertiannya, lalu mereduksi bahwa mata pelajaran sosial seperti
sosiologi sulit dan menjenuhkan.
Hal lain yang memperhebat persepsi
negatif siswa adalah kurangnya pengetahuan guru akan situasi-situasi sosial
actual, yang tengah berlangsung dalam masyarakat. Guru kurang mampu
menghubungkan relevansi pelajaran dengan kenyataan praktis dan keterkaitannya
dengan ilmu-ilmu lain dalam mengeksplorasi bahan pembelajaran. Selain itu,
situasi dan kondisi belajar yang tidak nyaman, bising, panas dan kurang
variatif juga akan mengurangi gairah belajar siswa.
Ada tiga masalah pokok yang
melatarbelakangi keengganan peserta didik untuk mempelajari Sosiologi sebagai
berikut :
1.
Masalah teknik
pembelajaran yang tidak menumbuhkan motivasi siswa.
Seharusnya, proses pembelajaran itu
dapat memacu keingintahuan siswa untuk membedah masalah-masalah seputar
lingkungan sosialnya sekaligus dapat membentuk opini pribadi terhadap
masalah-masalah tersebut. Di sini, mereka bukan lagi dianggap sebagai tabula
rasa, kertas kosong atau pribadi yang menerima secara pasif sajian yang tidak
tepat sasaran empunya guru, pribadi yang tidak mengetahui apa-apa, melainkan
pribadi yang telah berinteraksi dengan lingkungan dan berhak untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
2.
Eksistensi guru bukan
sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang mengajar
atau menggurui siswa.
Eksistensi guru bukan sebagai
fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang mengajar atau
menggurui siswa. Kalau hal ini menjadi prioritas dalam pembelajaran maka kesan
negatif yang bisa mematikan kreativitas siswa pun timbul, bahwa guru itu sumber
ilmu tetapi siswa gudangnya ilmu. Siswa adalah bank dan guru adalah nasabahnya.
Guru menabung ilmu dalam bank empunya siswa, sedangkan siswa tidak memiliki
ilmu itu. Bukankah kehadiran seorang guru ibarat seorang bidan yang membantu
mengeluarkan bayi dari perut seorang ibunya?.
Peran aktif siswa dalam mengeksplorasi
dan mengkonstruksi pengetahuannya sangat diutamakan. Guru cuma memfasilitasi
siswa guna mengikuti pola-pola kognitif dan memperlihatkan konsep
pengetahuannya itu dapat berlaku benar untuk setiap keadaan atau sudah baku
menurut referensi ilmu dan kebenaran epistemologis tertentu. Jadi, masalahnya
terletak pada proses pembelajaran yang masih menganggap siswa sebagai obyek
yang tidak mengetahui sesuatu.
Siswa membentuk konsep atau skema
melalui proses asimilasi dan akomodasi, sedangkan guru menunjukkan kebenaran
konsep atau skema pengetahuan siswa itu dengan hukum, teori dan kebenaran yang
berlaku umum. Jika yang diperoleh siswa adalah ketidaksesuaian, maka guru dapat
menunjukkan kesalahan konsep itu dan memperlihatkan yang benar, atau membantu
mencari alasan, bukti dan referensi ilmiah untuk mengkonstruksi pengetahuan
baru. Yang diharapkan dari guru adalah menguasai ketrampilan professional dan
unjuk kerjanya. Membuat skenario pembelajaran yang mengesankan dan memacu
keingintahuan peserta didik. Melatih kemampuan berpikir dan berinteraksi siswa
secara benar sehingga siswa terpesona lalu berkesimpulan saya berpikir, maka
saya ada, saya mengalaminya, maka saya bisa.
3.
Penyampaian pesan
pembelajaran dengan media yang kurang interaktif dan atraktif.
Penyampaian pesan pembelajaran dengan
media yang kurang interaktif dan atraktif. Yang diharapkan dari siswa adalah
merasa at home, menyenangi pelajaran, merasa membutuhkan ilmu itu serta dapat
melaksanakan pesan pembelajaran.. Siswa dapat menterjemahkan isi pesan itu ke
dalam ranah - ranah kognitif karena dari situlah sumber kompetensi baginya dan
haluan evaluasi bagi guru. Siswa dapat memiliki keahlian afektif dan
psikomotorik yang bisa diukur.
- Strategi Pembelajaran Sosiologi
1. Menumbuhkan
Motivasi
Jika keacuhan siswa karena
kehilangan persepsi positif dalam mempelajari sosiologi maka urgensitas
tindakan guru adalah mempunyai pemahaman yang tangguh tentang motivasi dan
menemukan pola pembelajaran yang menumbuhkan motivasi siswa. Seperti menyiapkan
insentif berupa pujian (reinforcement) atau kesempatan, melakukan pekerjaan
lain yang memungkinkan mereka tidak terpinggirkan dari kawan-kawan lainnya.
Pujian guru menunjukkan penghargaan
dan perhatian terhadap siswa. Siswa seringkali haus perhatian dan senang
dipuji. Jadi dari pada memberikan perhatian ketika siswa tidak mau belajar
dengan cara marah-marah dan hanya berkomentar yang merendahkan siswa, akan
lebih efektif perhatian guru diarahkan pada suatu hal yang menumbuhkan rasa
percaya diri dan kemauan untuk mencari informasi. Misalnya, si A pada saat ini
belum bisa menjawabnya dengan baik, mungkin besok dia akan mempresentasikan
informasi tersebut secara lebih lengkap.
Untuk mengembangkan motivasi dan
minat peserta didik adalah dengan mengajak mereka melihat pengalaman-pengalaman
yang pernah dimilikinya dan dijadikan topik pembelajaran dengan memperhatikan
konteks kurikulum dan emosional psikologis peserta didik. Banyak lembaga
pra-sekolah sudah mulai menggunakan metode active learning atau learning by
doing, atau learning through playing, salah satu tujuannya adalah agar peserta
didik mengasosiasikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Peserta didik
diberi kebebasan untuk mengekspresikan dirinya melalui apresiasi pengalaman
konkret. Tapi seringkali karena keterbatasan waktu dan banyaknya mata pelajaran
yang harus disajikan untuk peserta didik, hal ini agak sulit dipraktekkan.
Minimalnya guru mensetting suasana belajar dengan menghindari omelan-omelan,
karena dengan itu peserta didik akan mengasosiasikan suasana belajar sebagai
hal yang menarik.
2. Membentuk
Kemampuan Berpikir.
Proses pembelajaran itu sangat
berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta
didik akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam
dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia
berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan,
merangkai dan menyusun alur logis, menguraikan dan mengobjeksinya.
3. Belajar
dengan Multimedia.
Pembelajaran adalah proses
rangsangan dan gerak balas peserta didik. Dalam rangsangan itu terkandung pesan
intelektual, emotif dan afektif. Pesan akan lebih mudah ditangkap oleh peserta
didik apabila tersajikan melalui media empirik yang beranekaragam, seperti
film, slide, foto, grafik serta diagram. Dari media inilah peserta didik
terpacu untuk mengeluarkan ide, konsep atau membantu mereka mencerna sesuatu
yang abstrak.
Berkaitan dengan aktualisasi
fasilitas empirik ini, tidak ada salahnya bagi guru untuk menjadikan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sebagai topik aktual dalam
pembelajaran. Hal ini penting dilakukan agar peserta didik berimpresi positif
bahwa sebenarnya pengetahuan itu bisa diperoleh lewat lingkungan sekitarnya,
dan bahkan pengetahuan itu terjadi dan sudah ada dalam dirinya. Yang harus
mereka lakukan sekarang adalah memposisikannya secara konseptual dan tercerna
dalam strata yang diajukan oleh Bloom. Agar hal ini bisa terjadi maka guru
perlu mempersiapkan skenario pembelajaran yang tepat dan sesuai.
4. Evaluasi
Rutin dan Penelitian Kelas.
Evaluasi yang dimaksudkan adalah
melihat sejauh mana keterlibatan aktif peserta didik dalam pembelajaran dan
sejauh mana mereka memiliki kemampuan-kemampuan tertentu seperti yang
digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus. Bahan evaluasi bisa diperoleh
dengan riset sederhana dan populasi kelas sebagai ruang lingkupnya. Guru
mengukur keberhasilan itu lewat ujian dan latihan-latihan. Apabila 70 % siswa
telah memiliki kompetensi
seperti yang diharapkan maka keberhasilan guru telah terukur. Apabila ditemukan
daya beda atau angka perbandingan siswa yang mampu dan yang tidak mampu begitu
tinggi maka guru perlu mengkaji bahan dan strategi yang cocok. Guru juga bisa
mendapatkan masukan bagi perbaikan pengajaran baik dari siswa sendiri maupun
dari rekan kerjanya.
Peserta didik diajak untuk mengemas
cara pembelajaran yang serius dan menyenangkan. Mereka bisa mengkritik guru dan
menunjukkan hal-hal mana yang harus diperbaiki sehingga pendekatan dalam
pembelajaran bukannya top down, melainkan bottom up. Kalau boleh mereka sendiri
yang menentukan hal-hal mana yang harus mereka pelajari yang kiranya mendesak
dan bermanfaat bagi hidup mereka. Adanya kurikulum hanya sebagai referensi dan
patokan alternatif.
5. Simpul
Pembelajaran.
Kegagalan guru dalam mengkonstruksi
dan mengelola pembelajaran akan mengakibatkan ketidakberhasilan bagi peserta
didik. Selain, peserta didik kehilangan minat dan perhatian dalam pembelajaran
itu, mereka juga kehilangan motivasi untuk menggeluti mata pelajaran tersebut.
Indikasi positif dan sederhana yang
harus dimiliki peserta didik adalah adanya gairah dan menyenangi pelajaran itu
serta terpacu untuk mencari tahu sejauh mana pelajaran itu bermanfaat bagi
dirinya. Bila ditemukan banyak siswa yang mulai menggeluti suatu problem sosial
dengan bertanya, mengumpulkan informasi serta tidak jenuh menggunakan
perpustakaan maka hampir bisa dipastikan bahwa antusiasisme siswa terhadap
ilmu-ilmu sosial perlahan-lahan bangkit. Kalau indikasi itu yang terjadi maka
guru wajib memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana memahami suatu peristiwa
sosial dari kaca mata sosiologis dan menawarkan bagaimana cara membaca yang
menggunakan peta konsep, dalam arti menggiatkan berbagai jenis kemampuan
seperti yang diajukan oleh Bloom.
Bagi guru, perlu ada peningkatan
unjuk profesionalnya dalam mengemas bahan pelajaran, menyampaikannya, mengelola
dan membuat evaluasi atas pembelajaran yang terjadi serta melengkapi diri
dengan keahlian menerapkan konsep logika dalam pembelajaran. Selain itu,
mempersiapkan fasilitas yang lahir dari kreativitasnya, bukan sekedar menunggu
dipenuhi oleh lembaga tertentu. Menambah wawasan dengan membaca dan melihat
keterkaitan ilmunya dengan ilmu-ilmu lain serta menyajikan manfaat yang bisa
diperoleh siswa dengan mempelajari pelajaran tertentu, sehingga mereka
termotivasi untuk menggelutinya.
Oleh karena kualitas siswa yang
menjadi sorotan keberhasilan pendidikan, maka siswa sendiri perlu
mempertanyakan eksistensinya dalam belajar. Siswa dapat membuat refleksi yang
memadai tentang dirinya, aktivitasnya, harapannya, cita-citanya dukungan orang
tua, menyadari betapa pentingnya waktu, dan terutama mempertanyakan dirinya
tentang apa arti hidupnya.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
1. Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari
struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat.
2. Pembelajaran sosiologi
adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat memperoleh ilmu tentang struktur
sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat.
3. Menurut
Williams konsep utama dalam sosiologi adalah budaya, norma, kelembagaan, status
dan peranan.
4. Ada
tiga masalah pokok yang melatarbelakangi keengganan peserta didik untuk
mempelajari Sosiologi sebagai berikut :
-
Masalah teknik
pembelajaran yang tidak menumbuhkan motivasi siswa.
-
Eksistensi guru bukan
sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang mengajar
atau menggurui siswa.
-
Penyampaian pesan pembelajaran
dengan media yang kurang interaktif dan atraktif.
5. Adapun Strategi Pembelajaran
Sosiologi adalah:
-
Menumbuhkan Motivasi.
-
Membentuk Kemampuan
Berpikir.
-
Belajar dengan
Multimedia.
-
Evaluasi Rutin dan
Penelitian Kelas.
-
Simpul Pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Ary. H. 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Piaget, J. 1970. Genetic Epistemology. New York: Columbia University Press
Roucek. S, Joseph.1984. Pengantar Sosiologi.
Jakarta: Bina Aksara
0 komentar:
Posting Komentar