Selasa, 16 Juli 2013

Makalah Problematika Pembelajaran Sosiologi dalam Ilmu Sosial



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sosiologi ditinjau dari sifatnya digolongkan sebagai  ilmu pengetahuan murni (pure science) bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science). Sosiologi dimaksudkan untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai pada terciptanya integrasi sosial.
Sosiologi  mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis berdasarkan analisis berpikir logis. Sebagai metode, sosiologi  adalah  cara berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial yang ada dalam masyarakat dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sosiologi sudah relatif lama berkembang di lingkungan akademika, sehingga secara teoritis sosiologi memiliki posisi strategis dalam mempelajari masalah-masalah sosial dan budaya yang berkembang di masyarakat dan harus selalu siap memberikan alternatif jawaban terhadap masalah-masalah sosial yang ada. Melihat era globalisasi saat ini, sosiologi di tuntut untuk tanggap terhadap isu-isu global yang didalamnya mencakup demokratisasi, desentralisasi, pengakuan HAM, good governance, kerukunan hidup bermasyarakat, dll.

Pembelajaran sosiologi dimaksudkan untuk menggugah daya nalar, logis dan daya kritis siswa terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungannya maupun masyarakat. Sehingga siswa bisa mengkonstruk pengetahuannya melalui pengalaman, pengamatan maupun pemahaman. Mata pelajaran Sosiologi diberikan pada tingkat pendidikan dasar sebagai bagian integral dari IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud pengertian sosiologi?
2.      Apa yang dimaksud pengertian pembelajaran sosiologi?
3.      Bagaimanakah konsep-konsep dasar sosiologi?
4.      Apa sajakah problematika dalam pembelajaran sosiologi?
5.      Bagaimana strategi dalam pembelajaran sosiologi?

C.    Tujuan
1.      Memahami konsep-konsep sosiologi seperti: sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial,  lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai dengan terciptanya integrasi sosial.
2.      Memahami berbagai peran dalam masyarakat.
3.      Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat.










BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Sosiologi
Secara etimologis, sosiologi berasal dari bahasa latin socius dan bahasa Yunani logos. Socius berarti kawan, sekutu, sahabat, rukun, masyarakat atau anggota persekutuan, sedangkan logos berarti ilmu. Dari sini Sosiologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
  1. Pengertian Pembelajaran Sosiologi
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Jadi pembelajaran sosiologi adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat memperoleh ilmu tentang struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
  1. Konsep Dasar  Sosiologi
Menurut Williams konsep utama dalam sosiologi adalah budaya, norma, kelembagaan, status dan peranan.
1.      Budaya
Budaya adalah seluruh warisan dari masa lampau berupa perilaku umat manusia yang sekarang berfungsi efektif dalam keturunan secara sosial (social heredity). Di dalamnya terdapat artefakta, keterampilan, pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai. Keseluruhan cara manusia hidup di dunia disebut budaya.
Sedangkan kebudayaan adalah cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya. Hal-hal tersebut seperti pengumpulan bahan-bahan kebendaan, pola organisasi sosial, cara tingkah laku yang dipelajari, ilmu pengetahuan, kepercayaan dan kegiatan lain yang berkembang dalam pergaulan manusia. Oleh sebab itu, kebudayaan adalah sumbangan manusia kepada alam lingkungannya.
Ada empat hal yang berkaitan dengan hal ini, diantaranya:
a.       Budaya telah berkembang sepanjang sejarah-sejarah umat manusia.
b.      Budaya dari masa ke masa mengalami berbagai perubahan.
c.       Budaya harus diajarkan bagian demi bagian, karena sifatnya yang rumit dan kompleks.
d.      Budaya akan berlangsung berkelanjutan, tak terbatas pada panjang usia generasi pemakainya, dengan atau tanpa harus memberikan sumbangan yang bermanfaat.
William berpendapat bahwa mempelajari masyarakat sendiri secara sistematis merupakan cara yang paling tepat untuk memahami makna budaya. Keyakinan ini membawa kita ke arah konsekuensi berikut.
Siswa yang mempelajari sosiologi pertama kali membutuhkan perhatian serius dalam membantu mereka mencari dan menemukan aspek normatif dari budaya. Mereka perlu menguji dan meyakini secara pribadi pentingnya aturan-aturan dari perilaku yang ada di dalam masyarakat. Singkatnya, mereka harus mempelajari norma-norma budaya.
2.      Norma
Norma dalam sosiologi adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui lingkungan sosialnya. Sanksi yang diterapkan oleh norma ini membedakan norma dengan produk sosial lainnya seperti budaya dan adat. Ada/tidaknya norma diperkirakan mempunyai dampak dan pengaruh atas bagaimana seseorang berperilaku.
Dalam kehidupannya, manusia sebagai mahluk sosial memiliki ketergantungan dengan manusia lainnya. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok, baik kelompok komunal maupun kelompok materiil. Kebutuhan yang berbeda-beda, secara individu/kelompok menyebabkan benturan kepentingan. Untuk menghindari hal ini maka kelompok masyarakat membuat norma sebagai pedoman perilaku dalam menjaga keseimbangan kepentingan dalam bermasyarakat.
3.      Kelembagaan
Konsep ketiga yang utama adalah kelembagaan (pranata). Tujuan sentral dan fundamental dari masyarakat adalah memiliki norma dan peranan, serta proses dan mekanisme yang mengelilinginya dan mengembangkannya demi tercapai tujuan.
Lembaga adalah pola organisasi untuk memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya berbagai budaya sebagai satu ketetapan untuk menggunakannya yang tetap, memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat dan melahirkan suatu struktur.
Adapun wujudnya adalah lembaga (institution), yang dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori :
a.       Lembaga politik berkembang di sekitar adaptasi terhadap pengertian kekuasaan.
b.      Lembaga ekonomi berkaitan dengan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan materiil manusia.
c.       Lembaga ekspresif-integratif berkaitan dengan transmisi serta komunikasi gagasan, apresiasi, keyakinan, sikap dan teknologi.
d.      Lembaga kekerabatan berkaitan dengan seks dan pemeliharaan anak.
Setiap lembaga tersebut memiliki norma dan harapannya yang khas. Norma-norma kultural yang dikaitkan dengan lembaga-lembaga fundamental tersebut menjadi lebih ketat dan diakui oleh masyarakat secara luas. Itu semuanya disebut norma-norma lembaga. Adapun sanksi-sanksi sosial atas pelanggaran terhadapnya cukup beragam. Bagian besar dari warga masyarakat menginternalisasikan norma sesuai dengan permasalahannya.
Norma-norma lembaga dapat tertinggal dibandingkan dengan perubahan-perubahan sosial, sehingga menimbulkan berbagai ketegangan. Untuk mengatasinya orang harus dapat memahami jalinan sebab-akibat antar lembaga tersebut.
4.      Status dan Peranan
Williams mendefinisikan status sebagai posisi, tempat dalam perangkat relasi antar orang. Status meliputi hak dan tugas yang ditentukan bagi seseorang berdasarkan atas keterlibatannya dalam satu aspek dalam kebudayaan. Menurutnya, status-status itu selalu polar atau resiprokal, yakni timbal balik. Status yang satu otomatis mencakup yang lain, misalnya guru-murid, atau dokter-pasien.
Baginya role atau peran adalah pola perilaku yang dibutuhkan dalam kaitannya dengan status yang khusus. Hak-hak tertentu, kewajiban dan tanggung jawab merupakan bagian yang terpadu dari penentuan tugas dari suatu status. Fungsi-fungsinya menjadi peran. Adapun harapan-harapan dalam makna tertentu menjadi arti suatu istilah. Misalnya, jika kita berkata atau berpikir tentang seorang ayah, biasanya yang kita bayangkan adalah peran yang kita harapkan dari seorang ayah di dalam budaya kita.
Setiap anggota masyarakat yang rumit memiliki status bermacam-macam, yang karenanya peran orang juga beraneka ragam. Batas dari berbagai peran dapat bercampur atau tumpang tindih. Akibatnya, kadang-kadang terjadi konflik peran pada diri seseorang. Studi terhadap ketegangan peran tadi di dalam sosiologi dikenal dengan istilah role strain. Dalam pengkajian sosiologi ditemukan alat yang berguna untuk menguji identifikasi gagasan-gagasan struktur yang kemungkinan berupa organisasi sosial, relasi sosial, serta kelompok sosial baik yang formal ataupun informal.

  1. Problematika Pembelajaran Sosiologi
Persepsi-persepsi kronis telah menjadi milik sejumlah siswa. Ilmu-ilmu sosial itu membosankan karena sajiannya bertele-tele dan untuk menguasainya dibutuhkan kemampuan menghafal yang luar biasa. Tatkala guru menyajikan sejumlah teori sosial, mereka semakin bingung. Apa lagi, sajian-sajian itu tidak tepat sasaran dan tidak sesuai dengan situasi sosial lingkungan sekitarnya. Mereka harus berpikir dua kali untuk mengasosiasikan teori dengan kenyataan hidupnya dan selanjutnya mencerna teori sajian guru. Keterlambatan dalam menginternalisasi materi pun terjadi. Konsep siswa baru pada tahap asosiasi, tetapi waktu pelajarannya keburu selesai. Siswa enggan melanjutkan hal itu lagi karena sudah terjaring limit waktu dan harus beralih ke mata pelajaran yang lain.
Ketika persepsi negatif merasuki pikiran siswa, minat dan motivasi belajarnya merosot. Interaksi belajar dalam kelas cenderung monoton. Guru asyik berceramah, sedangkan para siswa mengangguk-angguk pertanda guru harus segera mengakhiri pembelajaran itu. Ada yang melakukan aktivitas yang lain, seperti mengganggu teman, mendesah dan merintih. Ketika diadakan evaluasi ringan, banyak yang menunjukkan ketidakmengertiannya, lalu mereduksi bahwa mata pelajaran sosial seperti sosiologi sulit dan menjenuhkan.
Hal lain yang memperhebat persepsi negatif siswa adalah kurangnya pengetahuan guru akan situasi-situasi sosial actual, yang tengah berlangsung dalam masyarakat. Guru kurang mampu menghubungkan relevansi pelajaran dengan kenyataan praktis dan keterkaitannya dengan ilmu-ilmu lain dalam mengeksplorasi bahan pembelajaran. Selain itu, situasi dan kondisi belajar yang tidak nyaman, bising, panas dan kurang variatif juga akan mengurangi gairah belajar siswa.
Ada tiga masalah pokok yang melatarbelakangi keengganan peserta didik untuk mempelajari Sosiologi sebagai berikut :
1.     Masalah teknik pembelajaran yang tidak menumbuhkan motivasi siswa.
Seharusnya, proses pembelajaran itu dapat memacu keingintahuan siswa untuk membedah masalah-masalah seputar lingkungan sosialnya sekaligus dapat membentuk opini pribadi terhadap masalah-masalah tersebut. Di sini, mereka bukan lagi dianggap sebagai tabula rasa, kertas kosong atau pribadi yang menerima secara pasif sajian yang tidak tepat sasaran empunya guru, pribadi yang tidak mengetahui apa-apa, melainkan pribadi yang telah berinteraksi dengan lingkungan dan berhak untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
2.     Eksistensi guru bukan sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang mengajar atau menggurui siswa.
Eksistensi guru bukan sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang mengajar atau menggurui siswa. Kalau hal ini menjadi prioritas dalam pembelajaran maka kesan negatif yang bisa mematikan kreativitas siswa pun timbul, bahwa guru itu sumber ilmu tetapi siswa gudangnya ilmu. Siswa adalah bank dan guru adalah nasabahnya. Guru menabung ilmu dalam bank empunya siswa, sedangkan siswa tidak memiliki ilmu itu. Bukankah kehadiran seorang guru ibarat seorang bidan yang membantu mengeluarkan bayi dari perut seorang ibunya?.
Peran aktif siswa dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sangat diutamakan. Guru cuma memfasilitasi siswa guna mengikuti pola-pola kognitif dan memperlihatkan konsep pengetahuannya itu dapat berlaku benar untuk setiap keadaan atau sudah baku menurut referensi ilmu dan kebenaran epistemologis tertentu. Jadi, masalahnya terletak pada proses pembelajaran yang masih menganggap siswa sebagai obyek yang tidak mengetahui sesuatu.
Siswa membentuk konsep atau skema melalui proses asimilasi dan akomodasi, sedangkan guru menunjukkan kebenaran konsep atau skema pengetahuan siswa itu dengan hukum, teori dan kebenaran yang berlaku umum. Jika yang diperoleh siswa adalah ketidaksesuaian, maka guru dapat menunjukkan kesalahan konsep itu dan memperlihatkan yang benar, atau membantu mencari alasan, bukti dan referensi ilmiah untuk mengkonstruksi pengetahuan baru. Yang diharapkan dari guru adalah menguasai ketrampilan professional dan unjuk kerjanya. Membuat skenario pembelajaran yang mengesankan dan memacu keingintahuan peserta didik. Melatih kemampuan berpikir dan berinteraksi siswa secara benar sehingga siswa terpesona lalu berkesimpulan saya berpikir, maka saya ada, saya mengalaminya, maka saya bisa.
3.     Penyampaian pesan pembelajaran dengan media yang kurang interaktif dan atraktif.
Penyampaian pesan pembelajaran dengan media yang kurang interaktif dan atraktif. Yang diharapkan dari siswa adalah merasa at home, menyenangi pelajaran, merasa membutuhkan ilmu itu serta dapat melaksanakan pesan pembelajaran.. Siswa dapat menterjemahkan isi pesan itu ke dalam ranah - ranah kognitif karena dari situlah sumber kompetensi baginya dan haluan evaluasi bagi guru. Siswa dapat memiliki keahlian afektif dan psikomotorik yang bisa diukur.
  1. Strategi Pembelajaran Sosiologi
1.      Menumbuhkan Motivasi
Jika keacuhan siswa karena kehilangan persepsi positif dalam mempelajari sosiologi maka urgensitas tindakan guru adalah mempunyai pemahaman yang tangguh tentang motivasi dan menemukan pola pembelajaran yang menumbuhkan motivasi siswa. Seperti menyiapkan insentif berupa pujian (reinforcement) atau kesempatan, melakukan pekerjaan lain yang memungkinkan mereka tidak terpinggirkan dari kawan-kawan lainnya.
Pujian guru menunjukkan penghargaan dan perhatian terhadap siswa. Siswa seringkali haus perhatian dan senang dipuji. Jadi dari pada memberikan perhatian ketika siswa tidak mau belajar dengan cara marah-marah dan hanya berkomentar yang merendahkan siswa, akan lebih efektif perhatian guru diarahkan pada suatu hal yang menumbuhkan rasa percaya diri dan kemauan untuk mencari informasi. Misalnya, si A pada saat ini belum bisa menjawabnya dengan baik, mungkin besok dia akan mempresentasikan informasi tersebut secara lebih lengkap.
Untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik adalah dengan mengajak mereka melihat pengalaman-pengalaman yang pernah dimilikinya dan dijadikan topik pembelajaran dengan memperhatikan konteks kurikulum dan emosional psikologis peserta didik. Banyak lembaga pra-sekolah sudah mulai menggunakan metode active learning atau learning by doing, atau learning through playing, salah satu tujuannya adalah agar peserta didik mengasosiasikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengekspresikan dirinya melalui apresiasi pengalaman konkret. Tapi seringkali karena keterbatasan waktu dan banyaknya mata pelajaran yang harus disajikan untuk peserta didik, hal ini agak sulit dipraktekkan. Minimalnya guru mensetting suasana belajar dengan menghindari omelan-omelan, karena dengan itu peserta didik akan mengasosiasikan suasana belajar sebagai hal yang menarik.
2.      Membentuk Kemampuan Berpikir.
Proses pembelajaran itu sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta didik akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur logis, menguraikan dan mengobjeksinya.
3.      Belajar dengan Multimedia.
Pembelajaran adalah proses rangsangan dan gerak balas peserta didik. Dalam rangsangan itu terkandung pesan intelektual, emotif dan afektif. Pesan akan lebih mudah ditangkap oleh peserta didik apabila tersajikan melalui media empirik yang beranekaragam, seperti film, slide, foto, grafik serta diagram. Dari media inilah peserta didik terpacu untuk mengeluarkan ide, konsep atau membantu mereka mencerna sesuatu yang abstrak.
Berkaitan dengan aktualisasi fasilitas empirik ini, tidak ada salahnya bagi guru untuk menjadikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat sebagai topik aktual dalam pembelajaran. Hal ini penting dilakukan agar peserta didik berimpresi positif bahwa sebenarnya pengetahuan itu bisa diperoleh lewat lingkungan sekitarnya, dan bahkan pengetahuan itu terjadi dan sudah ada dalam dirinya. Yang harus mereka lakukan sekarang adalah memposisikannya secara konseptual dan tercerna dalam strata yang diajukan oleh Bloom. Agar hal ini bisa terjadi maka guru perlu mempersiapkan skenario pembelajaran yang tepat dan sesuai.
4.      Evaluasi Rutin dan Penelitian Kelas.
Evaluasi yang dimaksudkan adalah melihat sejauh mana keterlibatan aktif peserta didik dalam pembelajaran dan sejauh mana mereka memiliki kemampuan-kemampuan tertentu seperti yang digariskan dalam tujuan pembelajaran khusus. Bahan evaluasi bisa diperoleh dengan riset sederhana dan populasi kelas sebagai ruang lingkupnya. Guru mengukur keberhasilan itu lewat ujian dan latihan-latihan. Apabila 70 % siswa telah memiliki kompetensi seperti yang diharapkan maka keberhasilan guru telah terukur. Apabila ditemukan daya beda atau angka perbandingan siswa yang mampu dan yang tidak mampu begitu tinggi maka guru perlu mengkaji bahan dan strategi yang cocok. Guru juga bisa mendapatkan masukan bagi perbaikan pengajaran baik dari siswa sendiri maupun dari rekan kerjanya.
Peserta didik diajak untuk mengemas cara pembelajaran yang serius dan menyenangkan. Mereka bisa mengkritik guru dan menunjukkan hal-hal mana yang harus diperbaiki sehingga pendekatan dalam pembelajaran bukannya top down, melainkan bottom up. Kalau boleh mereka sendiri yang menentukan hal-hal mana yang harus mereka pelajari yang kiranya mendesak dan bermanfaat bagi hidup mereka. Adanya kurikulum hanya sebagai referensi dan patokan alternatif.
5.      Simpul Pembelajaran.
Kegagalan guru dalam mengkonstruksi dan mengelola pembelajaran akan mengakibatkan ketidakberhasilan bagi peserta didik. Selain, peserta didik kehilangan minat dan perhatian dalam pembelajaran itu, mereka juga kehilangan motivasi untuk menggeluti mata pelajaran tersebut.
Indikasi positif dan sederhana yang harus dimiliki peserta didik adalah adanya gairah dan menyenangi pelajaran itu serta terpacu untuk mencari tahu sejauh mana pelajaran itu bermanfaat bagi dirinya. Bila ditemukan banyak siswa yang mulai menggeluti suatu problem sosial dengan bertanya, mengumpulkan informasi serta tidak jenuh menggunakan perpustakaan maka hampir bisa dipastikan bahwa antusiasisme siswa terhadap ilmu-ilmu sosial perlahan-lahan bangkit. Kalau indikasi itu yang terjadi maka guru wajib memberikan petunjuk-petunjuk bagaimana memahami suatu peristiwa sosial dari kaca mata sosiologis dan menawarkan bagaimana cara membaca yang menggunakan peta konsep, dalam arti menggiatkan berbagai jenis kemampuan seperti yang diajukan oleh Bloom.
Bagi guru, perlu ada peningkatan unjuk profesionalnya dalam mengemas bahan pelajaran, menyampaikannya, mengelola dan membuat evaluasi atas pembelajaran yang terjadi serta melengkapi diri dengan keahlian menerapkan konsep logika dalam pembelajaran. Selain itu, mempersiapkan fasilitas yang lahir dari kreativitasnya, bukan sekedar menunggu dipenuhi oleh lembaga tertentu. Menambah wawasan dengan membaca dan melihat keterkaitan ilmunya dengan ilmu-ilmu lain serta menyajikan manfaat yang bisa diperoleh siswa dengan mempelajari pelajaran tertentu, sehingga mereka termotivasi untuk menggelutinya.
Oleh karena kualitas siswa yang menjadi sorotan keberhasilan pendidikan, maka siswa sendiri perlu mempertanyakan eksistensinya dalam belajar. Siswa dapat membuat refleksi yang memadai tentang dirinya, aktivitasnya, harapannya, cita-citanya dukungan orang tua, menyadari betapa pentingnya waktu, dan terutama mempertanyakan dirinya tentang apa arti hidupnya.



BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
2.      Pembelajaran sosiologi adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat memperoleh ilmu tentang struktur sosial, proses-proses sosial, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
3.      Menurut Williams konsep utama dalam sosiologi adalah budaya, norma, kelembagaan, status dan peranan.
4.      Ada tiga masalah pokok yang melatarbelakangi keengganan peserta didik untuk mempelajari Sosiologi sebagai berikut :
-          Masalah teknik pembelajaran yang tidak menumbuhkan motivasi siswa.
-          Eksistensi guru bukan sebagai fasilitator yang membelajarkan siswa, melainkan pribadi yang mengajar atau menggurui siswa.
-          Penyampaian pesan pembelajaran dengan media yang kurang interaktif dan atraktif.
5.      Adapun Strategi Pembelajaran Sosiologi adalah:
-           Menumbuhkan Motivasi.
-          Membentuk Kemampuan Berpikir.
-          Belajar dengan Multimedia.
-          Evaluasi Rutin dan Penelitian Kelas.
-          Simpul Pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Ary. H. 2000. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Piaget, J. 1970. Genetic Epistemology. New York: Columbia University Press

Roucek. S, Joseph.1984. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina Aksara

Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Susanto, Astrid S. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta

Xaviery. 2004. Strategi Pembelajaran Sosiologi, (online), (http://re-searchengines.com/xaviery6-04.html/, diakses pada 15 Nopember 2012)

 

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes